BAB II TEKNIK INDUSTRI
BAB II
TEKNIK INDUSTRI
1. DEFINISI TEKNIK INDUSTRI
Teknik industri (dalam bahasa
Iggris, industrial engineering) adalah suatu teknik yang mencakup bidang desain,
perbaikan, dan pemasangan dari sistem integral yang terdiri dari manusia, bahan-bahan, informasi, peralatan dan energi.[1] Hal
ini digambarkan sebagai pengetahuan dan keterampilan yang
spesifik pada matematika, fisika, dan ilmu-ilmu sosial bersama
dengan prinsip dan metode dari analisis keteknikan dan desain untuk mengkhususkan, memprediksi, dan mengevaluasi
hasil yang akan dicapai dari suatu sistem.[1] Bidang
garapan teknik industri adalah sistem integral yang terdiri dari manusia, material/bahan, informasi, peralatan, dan energi.[1] Dasar
keilmuan teknik industri multidisiplin, karena teknik industri tidak hanya
bertumpu pada ilmu matematika dan
fisika, tetapi juga ilmu sosial dan manajemen.
2.
SEJARAH
TEKNIK INDUSTRI
Teknik
industri lahir sejak zaman Pra Yunani kuno[2] Pada masa itu, manusia menggunakan batu dan tulang sebagai peralatan kerjanya.[2]Alat
- alat yang digunakan mengalami perbaikan secara berkala, sehingga meningkatkan
produktivitas pada persoalan produksi.[2] Hal ini terjadi sampai pada saat ini.[2] Teknik industri sebenarnya berakar
kuat pada masa revolusi
industri.[2] Revolusi industri telah mengubah
secara dramatis proses manufaktur dan membantu lahirnya konsep – konsep ilmu
pengetahuan di
kemudian hari.[2] Inovasi teknologi yang terjadi pada waktu itu ditujukan
untuk membantu dalam mekanisasi beberapa operasional manual tradisional pada industri tekstil.[2]Beberapa
penemuan teknologi pada masa revolusi industri,yaitu penemuan mesin pintal yang ditemukan oleh James Hargreaves (1765), pengembangan water frame oleh Richard Arkweight (1769), dan mesin uap oleh James Watt.
Awal
mula Teknik Industri dapat ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow Taylor sering ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industri meskipun seluruh gagasannya tidak
asli. Beberapa risalah terdahulu mungkin telah memengaruhi perkembangan Teknik
Industri seperti
risalah The Wealth of Nations karya Adam Smith.
` Sejarah Teknik Industri di Indonesia
diawali dari kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tanggal 1 Januari 1971. Sejarah pendirian
pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktik sarjana
mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari profesi pada
zaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan pengoperasian dan perawatan mesin
atau fasilitas produksi. Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di
Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar
yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi baja seperti yang antara lain
terdapat di kota Pasuruandan Klaten,
pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk
mesin-mesin pabrik gula dan pabrik pengolahan hasil perkebunan
yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dengan demikian kegiatan perancangan yang dilakukan oleh para sarjana Teknik
Mesin pada waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan
suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada.
Peran yang serupa bagi sarjana Teknik Mesin juga terjadi di pabrik semen dan dibengkel-bengkel
perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana
Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas produksi, tantangan
utama yang mereka hadapi ialah bagaimana agar pengoperasian itu dapat
diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus
pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan pada
mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi
mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya
berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin dalam pengawasan
terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik mulai beroperasi, ia
keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi
dalam keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan
perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak
termanfaatkan, tetapi mereka justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen
untuk lebih mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan
bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar
keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya perkuliahan tambahan bagi
para mahasiswa Teknik Mesin dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan
Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara Indonesia-Belanda, sebagai
akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola oleh para administratur Belanda,
mendadak menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman ini menjadi
dorongan yang semakin kuat untuk terus memikirkan gagasan pendidikan alternatif
bidang keahlian di dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata
kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan Ekonomi Teknik. Sejak itu
dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang
bersifat pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik
Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang berkualifikasi
pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi. Bidang Teknik Produksi semakin
berkembang dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti : Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas, Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi
semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik industri mulai banyak
diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada
lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang lebih luas yaitu
perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen ini mulai diajarkan mata
kuliah : Manajemen Personalia, Administrasi
Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan
Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan
Operasional, Pengendalian
Persediaan Kualitas Statistik dan Programa Linier. Sehingga
pada tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik
Industri dan masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun
Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud pada tanggal 1
Januari 1971.
Di Universitas Indonesia, keilmuan Teknik Industri telah dikenalkan
pada awal tahun tujuh puluhan, dan merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik
Mesin. Sejak 30 Juni 1998, diresmikanlah Jurusan Teknik Industri (sekarang
Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
3.
TOKOH TEKNIK
INDUSTRI
Pengembangan teknik industri tidak terlepas dari pengembangan kosep-konsep
yang ditujukan untuk mencari proses kerja yang efektif dan efisien dari aspek
manusia dan metode kerja.[4] Konsep-konsep
tersebut dikemukakan oleh beberapa ilmuwan yang telah berjasa dalam
pengembangan bidang industri.[4]
1.
Adam Smith dalam bukunya The
Wealth of Nations, mengemukakan konsep perancangan produksi untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga–tenaga kerja, yang
menekankan pentingnya spesialisasi.[4]
2.
Charles Babbage dalam bukunya On
Economy of Machinery and Manufacturers, mengemukakan perlunya pembagian
kerja untuk meningkatkan produktivitas dalam suatu industri.
3.
Henry Towne dalam bukunya The
Engineers as Economist, mengemukakan pentingnya peran para insinyur dalam
memperhatikan unsur profitabilitas dari keputusan yang diambil dalam melakukan
proses produksi.
4.
Frederic W.Taylor dikenal
sebagai Bapak Teknik Industri, karena dia merupakan ilmuwan yang
mencetuskan tentang konsep teknik industri. Dia mengemukakan hal-hal yang
menyangkut perancangan, pengukuran, perencanaan, penjadwalan maupun
pengendalian kerja dalam proses kerja keilmuan teknik industri.
5.
Frank B. Gilbreth,
mengemukakan mengenai pentingnya pengaturan dalam merancang, tata cara, dan
prosedur kerja secara sederhana suatu industri, sehingga memperoleh cara kerja
yang efisien dan efektif.
6.
Henry Gantt, memfokuskan teknik industri pada
konsep studi pekerjaan dengan pendekatan penyederhanaan kerja
4.
BIDANG-BIDANG
TEKNIK INDUSTRI
Beberapa referensi menyebutkan bahwa
teknik industri dibagi menjadi tiga bidang yakni sistem manufaktur, manajemen
industri, dan sistem industri & tekno ekonomi.
1.
Sistem manufaktur adalah sebuah sistem
yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan kualitas,
produktivitas, dan efisiensi sistem integral (i.e., manusia, mesin, material,
energi, dan informasi) melalui proses perancangan, perencanaan, pengoperasian,
pengendalian, pemeliharaan, dan perbaikan dengan menjaga keselarasan aspek
manusia dan lingkungan kerjanya.
2.
Manajemen industri adalah bidang
keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk penciptaan dan
peningkatan nilai sistem usaha melalui fungsi dan proses manajemen dengan
bertumpu pada keunggulan sumber daya insani dalam menghadapi lingkungan usaha
yang dinamis.
3.
Sistem industri dan tekno ekonomi adalah
bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan
daya saing sistem integral (i.e., tenaga kerja, bahan baku, energi, informasi,
teknologi, dan infrastruktur) yang berinteraksi dengan komunitas bisnis,
masyarakat, dan pemerintah.
Referensi
Komentar
Posting Komentar